Tuhan sedang Mempersiapkan Seorang Pembebas
oleh Joseph Cheng
Di manakah Allah di tengah para penguasa yang jahat, perbudakan, dan genosida? Dia tetap berada di atas takhta-Nya, mencukupkan dan melindungi umat-Nya dengan cara-cara yang tidak selalu dapat kita lihat. Renungan tentang kedaulatan Allah selama perbudakan Israel di Mesir ini ditujukan untuk gereja rumah di masa pandemi dan penganiayaan, tetapi juga berbicara tentang banyak krisis yang kita hadapi di dunia saat ini.
Daftar untuk mengunduh artikel PDF bergambar tangan dan berwarna kami.
Tentang Penulis
Joseph Cheng adalah seorang pendeta di sebuah gereja kota di Tiongkok.
Tuhan sedang Mempersiapkan Seorang Pembebas
Dalam kitab Kejadian, Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya ke dalam perbudakan, tetapi Tuhan memakai hal itu untuk menyelamatkan keluarga mereka dan bangsa Mesir dari kelaparan. Sebelum meninggal, Yusuf berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar" (Kejadian 50:19-20). Jelaslah bahwa kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa di balik layar, Tuhan selalu memegang kendali untuk memelihara mereka dan bahwa Ia memiliki rencana.
Dalam pasal-pasal pembuka kitab Keluaran, kita mengetahui bahwa Tuhan memelihara bangsa Israel dan membuat mereka makmur di Mesir. Hidup mereka nyaman untuk sementara waktu, tetapi kemudian mereka menjadi bangsa yang diperbudak dan ditindas. Jadi, bagaimana Allah menunjukkan diri-Nya sebagai Raja dalam situasi ini? Bagaimana Ia memimpin mereka untuk mengambil langkah maju? Mereka berada dalam situasi yang sangat sulit, sama seperti kita yang berada dalam situasi yang sangat sulit saat ini. Pandemi COVID-19 sedang melanda dunia, yang menyebabkan banyak kesulitan dalam pekerjaan, ekonomi, pernikahan dan keluarga, dan dengan batasan-batasan yang diberikan kepada iman kita (1). Ke manakah kita harus melangkah dalam menghadapi situasi seperti ini?
Dalam Keluaran 1 dan 2 kita belajar bahwa Allah yang Mahakuasa telah merencanakan dan mempersiapkan kedatangan sang pembebas. Oleh karena itu, kita harus takut dan percaya kepada-Nya. Tuhan duduk bertakhta sebagai raja. Dalam bagian ini kita dapat melihat tiga hal. Yang pertama dari Keluaran 1:1-7: Anugerah Allah yang luar biasa yang memimpin dan memelihara di masa lalu. Yang kedua dari Keluaran 1:8-22: Allah masih sanggup memelihara kita di era yang baru ini. Yang ketiga dari pasal 2: Allah secara aktif mempersiapkan Musa, sang pembebas. Ketiga hal ini menunjukkan kepada kita bahwa keselamatan berasal dari Tuhan (Keluaran 2:23-35).
Anugerah Pemeliharaan Allah di Masa Lalu
Pertama, mari kita lihat anugerah pemeliharaan Tuhan yang luar biasa di sepanjang sejarah dan bagaimana Dia memimpin bangsa Israel. Yusuf mengatakan bahwa Allahlah yang melindungi mereka. Saudara-saudaranya ingin mencelakainya, tetapi Allah bermaksud untuk melindungi bangsa itu dan membawa keselamatan dan pengharapan melalui Yusuf.
Keluaran 1:1-5 menceritakan bagaimana Tuhan berhasil membawa seluruh keluarga Israel ke Mesir. Mereka lolos dari bencana kelaparan di Kanaan serta melakukan perjalanan ke Mesir sesuai dengan rencana khusus Tuhan, dan selama di sana mereka menjalani kehidupan yang sangat kaya di tanah Gosyen. Tanah ini tampaknya menjadi lokasi yang sangat strategis. Kisah Yusuf mencerminkan tangan Tuhan yang berjalan bersama dengan komunitas kovenan-Nya di setiap langkah dan melindungi mereka. Hal ini dengan gamblang menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan rencana dan persiapan Tuhan. Keluaran 1:6-7 berkata, "Kemudian matilah Yusuf, serta semua saudara-saudaranya dan semua orang yang seangkatan dengan dia. Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka." Setelah Yusuf dan angkatannya meninggal, anugerah Allah terus memberkati mereka.
Hal yang penting untuk diingat bahwa meskipun Allah memberkati dan melindungi bangsa Israel melalui Yusuf di masa lalu, Ia tidak berhenti memberikan anugerah kepada mereka setelah Yusuf meninggal dunia. Sebaliknya, Allah terus memberkati mereka, sehingga mereka bahkan menjadi lebih kuat daripada di masa Yusuf. Ayat 7 mengatakan bahwa setelah Yusuf meninggal, mereka "beranak cucu" dan "dengan dahsyat berlipat ganda". Hal ini sangat penting untuk kita ketahui. Kita sering berpikir bahwa begitu seseorang yang kita andalkan meninggal dunia, maka semua berkat akan berakhir. Hal ini memang benar bagi gereja dan terkadang bagi masyarakat pada umumnya, tetapi Allah memberi tahu kita di sini bahwa kasih karunia-Nya tidak bergantung pada satu orang saja. Hal ini mencerminkan realitas bahwa anugerah semata-mata bergantung pada Allah kita yang berdaulat. Jelaslah bahwa segala sesuatu adalah bagian dari rencana-Nya.
Lebih lanjut, ayat 7 mengatakan, "... sehingga negeri itu dipenuhi mereka." Jelaslah bahwa "negeri itu" merujuk kepada tanah Gosyen. Sebenarnya, ini adalah referensi dari Kejadian 1:28 yang mengatakan bahwa Allah memberkati Adam, kepala umat manusia, dengan sejumlah besar keturunan untuk memenuhi bumi. Allah memampukan umat-Nya untuk berkembang biak di tanah Mesir. Ini adalah penggenapan sebagian dari janji Tuhan dalam kitab Kejadian. Tuhan kita adalah Tuhan yang menciptakan dunia, dan Dia berdaulat secara mutlak. Janji-janji-Nya tidak berubah meskipun telah berlalu ribuan tahun. Dari awal penciptaan hingga masa Keluaran, kita dapat menyaksikan bahwa Allah masih duduk di atas takhta-Nya. Para pemimpin manusia seperti Yusuf telah mati, tetapi Allah kita adalah Allah yang hidup selamanya.
Saudara-saudari, jangan biarkan asumsi dan pendapat kita membatasi pekerjaan Allah sendiri. Tuhan mengubah sebuah benih menjadi suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang. Seiring sejarah berlanjut dari generasi ke generasi, Allah kita, yang melampaui sejarah, terus melanjutkan karya-Nya. Betapa indahnya hal ini! Ini menjadi sangat penting bagi bangsa Israel di kemudian hari, ketika Musa bersiap untuk mati sebelum memasuki tanah Kanaan. Tampaknya Musa sedang mengingatkan bangsa Israel bahwa meskipun ia akan meninggalkan dunia ini, Allah yang Perkasa ini masih akan membawa mereka ke tanah yang telah dijanjikan-Nya. Sama seperti ketika Yusuf meninggal, Tuhan masih duduk di atas takhta-Nya.
Pikirkanlah betapa pentingnya pesan ini bagi orang-orang dari generasi kedua, yang tidak pernah melihat pembebasan Israel dari Mesir. Betapa hal ini menjadi penghiburan bagi mereka! Ya, ketika kita berpikir bahwa Allah hanya bekerja di masa lalu, dan tidak percaya bahwa Allah masih melakukan mujizat dan keajaiban di masa kini, kita sebenarnya dibatasi oleh pemikiran kita sendiri yang salah. Menghadapi apa yang terjadi saat ini, kita mungkin tidak menganggap Alkitab dengan serius. Kita mungkin menertawakannya dan mengatakan bahwa itu semua terjadi di masa lalu, tanpa percaya bahwa Allah masih memegang kendali. Seringkali kita menggantikan pekerjaan Tuhan dengan ide-ide yang tidak alkitabiah dalam pikiran kita dan membiarkan Akal Budi duduk di atas takhta. Berdoalah agar Tuhan mengubah pikiran kita sekali lagi.
Ketika keturunan Yakub tinggal di Mesir, kehidupan mereka berubah dari yang tadinya mudah, berkelimpahan, dan nyaman menjadi diperbudak dan ditindas. Namun, mereka masih melihat pemeliharaan Allah selama masa-masa kelam yang Tuhan izinkan untuk mereka alami. Ia melindungi Musa. Ia memelihara komunitas mereka. Ketika bangsa Israel melihat karya Tuhan dalam kehidupan Musa, dan Musa kembali untuk menyampaikan firman Tuhan kepada mereka, hal itu menjadi penghiburan dan dorongan bagi mereka. Tuhan bukanlah Allah di masa lalu, karena Musa masih hidup. Hal ini menginspirasi mereka untuk menjadi kreatif, sehingga mereka dapat terus bergerak maju. Ini adalah poin pertama.
Ketika Anda melihat kembali anugerah yang Anda terima di masa lalu, bagaimana sikap Anda? Kita menyaksikan bagaimana Tuhan telah memelihara kita di masa lalu, baik dalam kehidupan kita, dalam keluarga kita, maupun dalam operasional gereja kita. Kita masih dapat melihat perlindungan dan kasih karunia Allah di tengah kesulitan yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini (2). Umat Israel dalam Perjanjian Lama menjadi gambaran umat Allah di Perjanjian Baru pada masa kini, dan Allahlah yang memelihara kita. Apakah Anda bersyukur atas anugerah pemeliharaan Allah di masa lalu? Marilah kita mengucap syukur dari hati kita, karena Ia telah membawa kita ke dalam kerajaan Anak-Nya yang terkasih.
Anugerah Pemeliharaan Allah di Era Baru
Sekarang mari kita lihat anugerah pemeliharaan Allah di bawah rezim yang baru dalam Keluaran 1:8-22. Ayat 8 mengatakan, "Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf." Kata-kata "tidak mengenal" berarti bahwa raja ini tidak pernah berurusan dengan Yusuf. Dr. Chloe Sun menunjukkan dalam bukunya yang berjudul Coming from God: A Daily Devotional Based on the Hebrew Text of Exodus bahwa Firaun yang baru ini tidak memiliki hubungan dekat dengan Yusuf, sehingga ia tidak mengakui otoritas Yusuf dan kontribusinya bagi Mesir (3). Pesan tersembunyinya adalah bahwa raja yang baru ini menolak seluruh bangsa Israel.
Mengapa raja Mesir yang baru melakukan hal seperti itu di era dan situasi yang baru ini? Ayat 10 berkata, "Supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan-jika terjadi peperangan-jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini." Apa yang dikhawatirkannya? Bahwa bangsa Israel akan berkolaborasi dari dalam dengan kekuatan dari luar. Firaun tidak memiliki rasa aman sekalipun ketika ia duduk di atas takhta. Keamanan yang dia miliki adalah dari sudut pandang politik.
Menurut buku Exodus: The Way Out karya John Oswalt, pada waktu itu, di zaman Yusuf, tanah Mesir telah diserbu oleh bangsa Hyksos, dan orang-orang Mesir bahkan diperbudak oleh mereka (4). Baru setelah muncul raja baru, mereka mulai mengusir bangsa Kanaan, dan akhirnya kekuasaan penguasa asing pun berakhir. Dalam uraiannya, bangsa Hyksos diusir pada waktu itu. Selama periode tersebut, seorang raja baru muncul, dan dia memimpin mereka untuk merebut kembali kekuasaan sebagai raja Mesir yang asli.
Mengingat hal ini, apa yang menjadi kekhawatirannya? Dia khawatir bahwa Yusuf, seorang pria dari tanah Kanaan, akan bergabung dengan Hyksos untuk berperang melawan Mesir. Karena kekhawatiran ini, dia membentuk kebijakan baru untuk menindas bangsa Israel. Kebijakannya mencakup beberapa langkah yang disengaja: pertama, dia menetapkan para pengawas rodi atas mereka dan memberikan batasan-batasan yang keras pada pekerjaan mereka. Pengawas-pengawas itu tidak menyediakan bahan mentah bagi bangsa Israel, tetapi tetap menuntut mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Namun, semakin mereka ditindas, semakin mereka bertambah banyak. Orang Mesir menjadi takut kepada mereka. Kedua, orang-orang Mesir itu memahitkan hidup umat Israel dengan kerja paksa. Dan yang ketiga, Firaun berkata kepada kedua bidan Ibrani itu, "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup" (ayat 16). Dengan cara ini, setelah bertahun-tahun, bangsa itu akan dimusnahkan sementara tenaga kerja mereka masih dipertahankan. Pada akhirnya, kedua bidan itu tidak mematuhinya, dan Firaun memutuskan untuk membuat kebijakan yang berlaku untuk semua, yaitu membunuh semua anak laki-laki orang Israel. Anda akan melihat hasil dari kebijakan ini dalam 1:22: "Lalu Firaun memerintahkan kepada seluruh rakyatnya: "Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil, tetapi segala anak perempuan biarkanlah hidup." Dengan kata lain, penindasan meningkat sampai pada titik genosida.
Dalam konteks yang lebih luas, kita melihat bahwa keadaan saat itu sangat kejam. Begitu sulitnya keadaan sehingga tidak ada ruang yang tersisa bagi umat Israel. Jika Tuhan duduk bertakhta sebagai Raja, di manakah Tuhan di tengah kesulitan? Bagaimana Allah masih dapat memelihara mereka di era yang baru ini, meski raja yang baru muncul dan merancangkan skema yang begitu jahat?
Alkitab memberitahukan kita bagaimana caranya. Pertama-tama, perhatikanlah ini: di tengah kesengsaraan mereka, semakin mereka ditindas, semakin mereka bertumbuh pesat. Jadi, Allah memelihara mereka; Ia melindungi mereka. Orang Mesir tidak hanya membatasi pekerjaan mereka, tetapi juga ingin "memahitkan hidup mereka" (ayat 14). Apa yang dimaksud dengan memahtikan hidup mereka? Lebih dari sekadar kerja paksa atau penindasan fisik. Bahkan, "memahitkan hidup mereka" merupakan pelecehan rohani. Dari sudut pandang tertentu, Firaun bukanlah orang biasa; ia memiliki sejumlah hikmat dan strategi. Orang seperti Firaun tidak bisa dianggap enteng. Demikian juga halnya dengan kita saat ini. Kita tidak boleh meremehkan segala bentuk perlawanan terhadap umat Allah, karena ada logika dan pemikiran tertentu di baliknya. Ketika kita meremehkan situasi, maka akan ada kerugian yang lebih besar lagi.
Rencana Firaun bukan hanya untuk membatasi kebebasan bergerak mereka, tetapi juga untuk memperbudak bangsa Israel. Niatnya yang lebih dalam adalah untuk menghancurkan mereka secara rohani, untuk mematahkan semangat mereka. Itu sangat mengerikan. Singkatnya, ia tidak hanya mempermalukan mereka secara mental, tetapi juga menyiksa mereka secara fisik. Dia menggunakan keduanya sekaligus untuk menghancurkan orang-orang ini.
Apa artinya jika seseorang berpikir bahwa hidupnya pahit? Itu berarti mereka berpikir bahwa mereka pantas dikutuk. Mereka tidak memiliki harapan. Itulah mengapa kemudian beberapa orang Israel mengatakan bahwa mereka lebih baik tetap menjadi budak di Tanah Gosyen. Beginilah cara para majikan berkulit putih di Amerika mengindoktrinasi budak-budak mereka: seorang kulit hitam yang taat adalah orang kulit hitam yang baik (5).
Saudara-saudari, betapa mengerikannya perhambaan ini, dan betapa mengerikannya perbudakan. Orang-orang tidak hanya diperbudak dalam tindakan mereka, tetapi juga dalam jiwa mereka. Namun, kita melihat hasil yang dramatis: dikatakan bahwa mereka bertambah banyak. Upaya orang Mesir untuk membinasakan mereka malah memiliki efek sebaliknya bagi umat Allah dalam ayat ini. Orang Mesir mengira bahwa mereka sangat pintar dan berpikir strategis, tetapi sebenarnya orang Mesirlah yang justru membawa masalah bagi diri mereka sendiri.
Masalah tersebut disebabkan oleh campur tangan Allah. Apakah selalu benar terjadi bahwa semakin Anda menderita, semakin Anda akan makmur? Belum tentu. Ada kalanya seseorang salah menilai situasi, yang justru akan membawa kehancuran. Itulah sebabnya kami mengatakan bahwa penderitaan dapat membawa kebangunan rohani bagi umat Tuhan, sama seperti gereja Tiongkok yang mengalami kebangunan rohani yang luar biasa di tengah penderitaan. Namun sebaliknya, penderitaan juga telah menyebabkan beberapa gereja lenyap sama sekali dari muka bumi (6). Jadi, kita perlu melihatnya dari perspektif yang tepat.
Betapa mengerikannya jika orang Israel menikmati kehidupan mereka sebagai budak, dan bahkan menemukan kesenangan di dalamnya! Nanti Anda akan lihat, dalam perjalanan mereka keluar dari Mesir, ada beberapa orang yang tidak ingin pergi ke Tanah Perjanjian Allah. Mereka berkata, "Mari kita kembali! Setidaknya di Mesir kita masih bisa makan daun bawang, bawang merah, dan daging domba. Kita masih bisa bersenang-senang di sana." Ini adalah cara berpikir yang khas dari seorang budak. Betapa mengerikannya bahwa mereka dapat terus menikmati kesenangan mereka yang berdosa sementara mereka diperbudak.
Beberapa tahun yang lalu, aktor Shen Teng berperan sebagai Wang Duoyu dalam sebuah film berjudul Hello, Mr. Billionaire. Sahabatnya mengikutinya dan juga menjadi kaya. Begitulah akhirnya dia menjadi agen untuk orang-orang kaya. Di sebuah pesta, sahabat Wang Duoyu, Zhuang Qiang, berkata kepadanya, "Wang Duoyu adalah sahabat saya. Anda selalu mengatakan bahwa saya adalah anjing di sisinya. Hari ini saya akan membiarkan kalian, yang meremehkan saya dan berpikir bahwa saya adalah seekor anjing di sekitar Wang Duoyun, perhatikan ini baik-baik-apa yang salah dengan menjadi seekor anjing? Aku ingin memberi tahu kalian semua sekarang, "Guk, guk, guk..." (7) Inilah gambaran seorang pria yang menemukan kesenangan dalam perbudakan.
Baru-baru ini, saya membaca sebuah kutipan di Momen WeChat (8). Itu adalah perkataan dari Xu Zidong, seorang profesor di Universitas Lingnan di Hong Kong. Dia menunjukkan bahwa ada tiga definisi yang berbeda dari konsep budak dalam tulisan Lu Xun (9). Pertama, merujuk pada seseorang yang terlahir sebagai budak, seperti rakyat pada masa Dinasti Qing (10). Kedua, merujuk pada orang yang tertindas. Ketiga, merujuk pada orang yang ditindas dan bukannya melawan, malah menoleransinya.
Jika seseorang masih bisa menemukan kesenangan saat ditindas, menurut kata-kata Lu Xun, dia bukan hanya seorang budak, melainkan juga seorang antek (11). Xu Zidong dengan bercanda mengatakan bahwa seorang budak adalah suatu kondisi kehidupan, dan seorang antek adalah suatu kondisi pikiran. Apa itu antek? Antek adalah para VIP di antara para budak. Mereka tidak hanya berpikir bahwa mereka ditindas oleh orang lain. Bagi para antek, yang ditindas juga adalah penindas. Mereka menjadikan diri mereka antek dan juga membayangkan mereka bisa memiliki antek sendiri. Rekan-rekan, betapa buruknya pola pikir perbudakan ini. Itulah sebabnya ketika bangsa Israel diperbudak di Mesir, Allah membangunkan mereka dengan rencana-Nya bagi mereka, untuk memberitahu mereka bahwa mereka adalah umat Allah. Kebenaran akan membangunkan manusia. Sebaliknya, ketika ide yang salah, gagasan yang keliru, memperbudak seseorang, ia tidak akan dapat menggenapi kehendak Allah.
Kisah ini menjadi latar belakang keluarnya bangsa Israel. Mereka meninggalkan Mesir bukan karena Firaun mengeraskan hati, bukan pula karena politik. Mereka pergi, karena itu adalah rencana keselamatan dari Allah. Kembali ke Kejadian 15, Tuhan membuat kovenan dengan Abraham bahwa keturunannya akan menderita di tanah Mesir. Kemudian pada generasi keempat, Allah akan memimpin mereka keluar. Namun bagi bangsa Israel, yang telah beralih dari kehidupan yang berkelimpahan di tanah Gosyen ke masa-masa sulit karena munculnya raja baru, keadaan mereka berubah hanya dalam sekejap.
Kita harus tahu bahwa seluruh masa di tanah Gosyen adalah berkat dari Tuhan. Bahkan bangkitnya raja yang baru merupakan situasi baru yang diizinkan Tuhan. Ada pesan yang sangat penting bagi kita di sini: kita tidak boleh menyamakan keadaan dengan kehendak Allah. Kita tidak boleh menganggap keadaan yang kaya, nyaman dan menyenangkan di masa lalu sebagai indikasi kehendak Allah. Begitu banyak orang Kristen saat ini, yang mengaku percaya kepada Tuhan, tetapi percaya secara selektif. Mereka menyamakan sumber daya dan keadaan dalam hidup ini dengan rencana Allah. Ketika keadaan berubah, ketika hal-hal seperti kelimpahan, koneksi, kenyamanan dan kebebasan di masa lalu tidak ada lagi, saudara-saudari, kita tidak akan dapat beradaptasi, karena kita terbiasa dengan periode waktu itu, tetapi tidak dengan situasi yang baru.
Sebenarnya, mereka hanya percaya pada apa yang ingin mereka percayai. Mereka hanya menginginkan berkat Tuhan, tetapi bukan Tuhan yang memberi berkat. Mereka hanya mau menerima keadaan baik yang Tuhan izinkan, tetapi tidak mau menerima penderitaan yang Tuhan izinkan. Mereka sangat mungkin jatuh ke dalam pusaran emosi, tidak dapat menahan diri, atau bahkan mengakibatkan keluhan, gerutuan, depresi, dan apatis. Sebaliknya, ketika kita dibangunkan di dalam iman kita, kita tahu bahwa berkat-berkat sementara dari kehidupan ini tidak boleh menjadi tempat perteduhan kita, juga tidak boleh menjadi motivasi pengejaran kita atau misi hidup kita, karena Allah tidak menjanjikan langit biru yang abadi. Saudara-saudari, apa yang ada di pikiran Anda saat ini? Apakah Anda masih berfokus hanya pada situasi Anda sendiri atau apakah Anda berfokus untuk menaati Allah dan memberitakan kemuliaan Kristus? Kita harus beralih dari "perasaanku," "pikiranku," dan "pendapatku" kepada Kristus.
Kembali ke perikop kita, Musa menggunakan kata yang sangat menarik dalam Keluaran 1, 12 dan 17: akan tetapi. Dengan penuh semangat ia menyampaikan pesan bahwa apa pun keadaannya, Allah tetap bertakhta. Ia selalu bekerja di sepanjang sejarah. Ia memelihara dan mengatur seluruh ciptaan dengan supremasi, kekudusan, hikmat dan kuasa-Nya. Inilah yang kita sebut sebagai kehendak Allah, yang jalan-Nya lebih tinggi dari jalan kita. Allah kita memegang kendali atas segala sesuatu.
Bagaimana Allah melindungi umat-Nya dan mematahkan kesombongan Firaun di era yang baru? Melalui kedua bidan itu. Mereka tidak mengabaikan tugasnya, juga tidak berpura-pura mengabaikan pekerjaannya. Bahkan, kedua bidan ini adalah orang-orang yang tetap terjaga selama ini. Mereka berbicara untuk kebenaran. Mereka bekerja keras untuk kehidupan; mereka bekerja untuk Tuhan, karena mereka menolak untuk bekerja sama dengan Firaun. Mereka berkata kepadanya, "Sebab perempuan Ibrani tidak sama dengan perempuan Mesir, melainkan mereka kuat: sebelum bidan datang, mereka telah bersalin." Padahal, mereka sedang memperjuangkan hidup anak-anak lelaki dari seluruh bangsa Israel.
Beberapa orang menunjukkan bahwa ada masalah etika di sini: apakah mereka berbohong? Bukankah ini merupakan sebuah dosa? Saya percaya bahwa mereka mengatakan yang sebenarnya, tetapi bukan seluruh kebenaran. Di sini tersirat bahwa menyelamatkan nyawa lebih penting daripada mengatakan kebenaran yang sesungguhnya. Ketika nyawa dalam bahaya, seseorang memilih untuk mempertahankan hidup, yang mengakibatkan pelanggaran terhadap kode etik yang lain. Jika Anda melihatnya dari perspektif ini, inilah yang disebut hierarki etika.
Jika demikian, kita dapat mengatakan bahwa kesalahan mereka dalam berbohong diampuni oleh Tuhan, karena hal itu dilakukan untuk melindungi kehidupan yang bernilai lebih tinggi. Terlepas dari apakah Anda setuju atau tidak dengan penafsiran ini, Alkitab mengatakan bahwa mereka takut akan Allah. Mereka menerapkan rasa takut akan Tuhan dalam tindakan mereka untuk menjaga kehidupan. Syukur kepada Allah. Mereka tidak takut akan ancaman Firaun. Sungguh sebuah pengingat yang penting bagi kita!
Mari kita bahas dari sudut pandang yang lain. Kedua wanita yang lemah ini mampu mengalahkan Firaun yang sangat berkuasa, karena mereka memiliki kuasa Allah di belakang mereka. Nama kedua bidan ini dicatat dalam Alkitab, dan mereka akan dikenang selamanya. Sebaliknya, nama Firaun sama sekali tidak disebutkan. Kedua wanita ini lebih memilih untuk menyinggung perasaan Firaun daripada menyinggung perasaan Tuhan. Mereka memiliki visi yang benar dan cara hidup yang benar, dan itu semua didasarkan pada rasa takut akan Tuhan.
Jadi, mari kita meminta Tuhan untuk menolong kita juga. Di tengah situasi yang tidak menentu ini, mari kita meminta Tuhan untuk memberikan hati yang takut akan Dia, sehingga kita dapat menaati Firman-Nya. Tuhan duduk bertakhta sebagai Raja. Kita pikir Tuhan tidak peduli, namun Ia memelihara kedua wanita ini. Seburuk apa pun keadaan yang terjadi, Tuhan selalu memberikan anugerah-Nya di tengah mereka, dan demikian juga dengan keadaan kita saat ini.
Tuhan Mempersiapkan Seorang Pembebas dengan Melindungi Nyawanya
Pada akhirnya, Allah secara aktif mempersiapkan Musa, sang pembebas. Persiapan ini ada dua: pertama, Allah melindunginya di Keluaran 2:1-10, dan kedua, Allah membentuk karakternya di Keluaran 2:11-23.
Pertama, mari kita lihat perlindungan Tuhan. Pada bagian ini kita membaca "seorang laki-laki [biasa] dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi, lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya." Pertimbangkanlah situasi yang sulit saat itu, ketika Firaun sedang berencana untuk membunuh semua anak laki-laki Israel (Kel. 1:22). Bayangkan betapa sulitnya bagi orang tua Musa ketika mengandung dia di saat hidup mereka dalam bahaya. Namun, kita belajar bahwa keluarga Lewi yang biasa ini menjadi dasar bagi pembebasan Tuhan dalam keseluruhan narasi. Dalam kisah ini, kita melihat bahwa orang tua Musa tidak berkata, "Oh, betapa buruknya waktu kelahiran anak ini!" karena situasi yang sulit. Mereka tidak berkata, "Melahirkan anak ini akan menambah penderitaan kita. Ini akan menurunkan kualitas hidup kita, dan kita akan berada dalam bahaya juga." Mungkin orang tua Musa memiliki pemikiran ini, tetapi tidak membiarkannya pemikiran itu berlama-lama. Mereka tidak pernah secara aktif mengambil tindakan untuk mengakhiri hidup anak ini, sebaliknya mereka memilih untuk melahirkannya.
Apa yang memotivasi keluarga ini untuk menyembunyikan bayinya selama tiga bulan? Ayat kedua mengatakan bahwa "Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik...." Pada satu sisi, ada ketidakpedulian Firaun terhadap nyawa, dan di sisi lain keluarga ini dengan penuh sukacita menyambut anak yang telah Allah berikan kepada mereka. Kata "cantik" berarti "baik." Kata "baik" ini mengingatkan saya pada karya penciptaan Allah di Kejadian 1. Ketika Allah menciptakan terang, ketika Allah menciptakan segala sesuatu, Ia selalu mengatakan bahwa semuanya itu baik, baik, baik. Secara khusus, ketika Ia menciptakan manusia, Ia berkata bahwa itu sangat baik. Hal ini memberikan ruang bagi imajinasi kita. Ketika orang tua Musa melihat bahwa Musa adalah anak yang cantik, itu tidak berarti seperti yang kita maksudkan saat ini di Tiongkok, ketika kita berkata, "Oh, dia adalah bayi yang sehat. Dia tidak memiliki cacat apa pun. Betapa cantiknya anak ini dan betapa bagus kulitnya." Mereka tidak melihatnya dari sudut pandang seperti itu. Mereka melihat betapa baiknya anak yang baru lahir itu dengan visi penciptaan Allah. Dengan kata lain, ketika mereka melihat anak ini dengan mata Sang Pencipta, mereka akan melakukan segala sesuatu yang mereka bisa untuk melindungi anak itu.
Jika seseorang melihat bayi yang baru lahir dengan mata duniawi, menilai bayi yang baru lahir dari penampilannya, dia cenderung mengambil tindakan untuk meninggalkan bayi tersebut, karena bagaimanapun juga situasinya sangat sulit (12). Dalam lingkungan saat ini di Tiongkok, atau tidak peduli apakah itu di Tiongkok, di Amerika Serikat, di Jerman, atau di berbagai negara Eropa, tingkat aborsi semakin tinggi. Alasannya adalah karena sering kali pikiran orang tua bermula dari kesulitan dan tekanan ekonomi mereka sendiri. Titik awal mereka adalah bahwa mereka merasa itu terlalu sulit. Kemudian mereka memilih untuk mengakhiri nyawa. Namun, orang tua Musa adalah orang-orang yang memiliki iman yang benar kepada Tuhan. Saat mereka melihat dari sudut pandang penciptaan, mereka memiliki rasa hormat terhadap kehidupan. Ketika mereka melihat keelokan anak itu, mereka melihat keindahan ciptaan Tuhan. Dengan inspirasi yang begitu mulia, mereka mampu melindungi anak itu. Inilah perpanjangan dari kemuliaan Allah di dalam diri kita ketika Ia menciptakan manusia, kemuliaan yang harus dihidupi di dalam diri kita.
Jika kemuliaan ini memotivasi hidup seseorang, maka sesulit apa pun situasinya, kekhawatiran dan ketakutannya tidak akan terus berkembang, melainkan digantikan oleh kemuliaan Tuhan. Tidak ada motivasi yang lebih berharga daripada kemuliaan Tuhan. Hal ini sama seperti yang tertulis dalam sebuah lagu Kristen, bahwa "segala sesuatu kehilangan kemuliaan di hadapan kemuliaan Tuhan." Allah secara aktif mempersiapkan orang tua Musa. Dia melindungi mereka, dan Dia melindungi Musa melalui mereka.
Sehubungan dengan hal ini, saya secara khusus ingin mengingatkan saudara-saudari terkasih bahwa kita perlu melihat segala sesuatu dari sudut pandang penciptaan untuk melindungi setiap bayi yang Tuhan berikan kepada kita.
Ketika Musa lahir, kenyataan apa yang ia hadapi? Dia dijatuhi hukuman mati saat lahir. Dia pasti akan mati. Hal ini mengingatkan saya pada seseorang dalam Perjanjian Baru. Demikian juga, ada seorang anak yang dilahirkan untuk disembelih, untuk dibunuh (13). Anda melihat bahwa hal yang sama terjadi pada Yesus dalam Perjanjian Baru dan Musa dalam Perjanjian Lama, tetapi Yesus dalam Perjanjian Baru lebih besar daripada Musa. Mengapa? Karena Musa dilahirkan dengan dosa, tetapi Yesus dalam Perjanjian Baru tidak berdosa.
Mari kita renungkan tentang kelahiran Yesus dalam Perjanjian Baru. Yesus tahu sejak Ia dilahirkan bahwa Dia sedang menuju kematian. Ia menetapkan langkah-Nya untuk pergi ke Yerusalem, untuk dihina oleh para imam, ahli Taurat, dan orang Farisi, dan akhirnya disalibkan. Dia tahu betul bahwa Dia dilahirkan untuk disalibkan, karena itu adalah kehendak Allah untuk meremukkan-Nya. Namun, tidak demikian halnya dengan Musa. Itulah mengapa Yesus dalam Perjanjian Baru lebih besar daripada Musa dalam Perjanjian Lama. Ini adalah keterkaitan yang luar biasa. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kita benar-benar tidak tahu bagaimana menghargai kehidupan jika kita tidak melihatnya melalui perspektif penebusan Sang Pencipta. Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan kita semua bahwa ketika Anda hamil, Anda harus melakukan segala sesuatu yang memungkinkan untuk melindungi anak itu dan memastikan kelahirannya aman, tidak peduli seperti apa anak itu.
Kedua, bagi mereka yang pernah melakukan aborsi dan menggugurkan kandungan, saya ingin mengingatkan Anda bahwa aborsi adalah dosa. Itu adalah perbuatan yang menyinggung perasaan Tuhan. Mulai sekarang jangan lakukan lagi.
Akhirnya, bagi mereka yang memiliki anak, demi Tuhan, kita harus melindungi tubuh dan pikiran anak-anak kita dari bahaya. Kita harus membesarkan keturunan yang saleh sehingga mereka dapat menjadi umat kerajaan Allah. Untuk itu, Anda perlu berdoa bagi tubuh, pikiran, pengetahuan, kebajikan, dan kebiasaan hidup anak-anak Anda, sehingga sejak usia dini mereka akan memiliki visi tentang Allah dan fondasi iman. Semua ini dapat dibangun dengan mempelajari katekismus dan membaca buku-buku bersama dengan anak-anak kita.
Kembali ke perikop ini, kita melihat bahwa Allah secara ajaib melindungi Musa melalui putri Firaun yang penuh kasih dan belas kasihan. Putri Firaun sedang mandi di sungai pada hari itu. Setelah tiga bulan, ibu Musa, Yokhebed, tidak dapat menyembunyikan Musa lagi, jadi dia mengambil beberapa tindakan perlindungan. Pertama, ia mengambil sebuah peti pandan dan dipakalnya dengan gala-gala dan ter, sehingga air tidak dapat masuk dan menenggelamkan Musa. Kemudian dia tidak hanya menaruhnya di Sungai Nil dan membiarkannya mengapung, sambil berkata dengan iman, "Tuhan, aku serahkan semuanya kepada-Mu." Tidak, itu disebut iman yang buta, dan ini bukanlah iman yang dikatakan Alkitab. Sebaliknya, Yokhebed meletakkannya di antara alang-alang agar tidak tertiup angin. Mengapa dia meletakkannya di situ? Sebab dia tahu bahwa banyak orang menghubungkan naiknya Sungai Nil dengan tujuan religius, dan semua orang akan pergi keluar dan mandi di tempat umum, mengharapkan berkat dari para dewa (14). Hal ini mengingatkan kita pada orang-orang India yang mandi di Sungai Gangga. Demikian juga halnya dengan sang putri yang pergi mandi di sungai Nil. Dikatakan dalam beberapa buku bahwa sang putri itu sendiri tidak memiliki anak, jadi dia berharap agar bisa punya anak. Dalam situasi ini, dia melihat bayi itu dan dia merasa iba padanya.
Dalam hal ini, Anda menemukan dua wanita yang berakting. Salah satunya adalah Yokhebed yang tidak hanya menyerahkan pada nasib, melainkan mengambil semua tindakan perlindungan yang diperlukan dan merencanakan segalanya dengan hati-hati. Dia meletakkan anak itu di sana, menunggu keajaiban Tuhan terjadi. Hal ini sama seperti yang tertulis, "Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN" (Amsal 16:33). Kemudian, di sisi lain, kita menemukan seorang putri yang penuh belas kasihan yang secara mengejutkan menjadi alat bagi Tuhan. Dialah yang memberikan perlindungan kepada Musa. Dan dia tahu bahwa Musa adalah orang Ibrani, kemungkinan besar karena dia melihat bahwa Musa disunat.
Kita juga tahu bahwa saudara perempuan Musa, Miriam, juga terlibat. Tampaknya Miriam tidak sabar untuk berbicara dan bertanya, "Akan kupanggilkah bagi tuan putri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan putri?" Apakah sang putri begitu naif sehingga dia ditipu oleh seorang anak kecil? Sepertinya tidak. Sang putri mungkin dengan sukarela terlibat dalam kerja sama kasih ini untuk menyelamatkan anak tersebut.
Inspirasi apa yang dapat kita ambil dari kisah ini? Pertama, iman Yokhebed tidak buta. Dia merencanakan segala sesuatunya dengan cermat, dan kemudian memercayakan hasilnya kepada Tuhan. Hal ini mengingatkan kita bahwa kita harus melakukan bagian kita dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Tuhan; inilah demonstrasi iman yang sejati. Kedua, kita melihat perlindungan Allah secara rahasia. Dia tidak hanya memelihara kehidupan anak itu, tetapi juga mengizinkan ibu Musa untuk membesarkan anaknya sendiri dan dibayar untuk itu. "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu" (Keluaran 2:9). Tampaknya ini adalah upah dari Tuhan. Kasih karunia Allah turun ke atas mereka.
Ketiga, saat manusia memilih untuk menentang Allah, Tuhan tetap mencapai tujuan-Nya sendiri. Betapa ironisnya bahwa Firaun berusaha membantai semua anak laki-laki Israel, tetapi putrinya sendiri menyelamatkan anak laki-laki itu, yang bertentangan dengan kehendak ayahnya. Kita tahu bahwa Tuhan telah melakukan hal yang serupa dalam sejarah. Sebagai contoh, peristiwa serupa dicatat dalam kitab Ester. Dalam kitab ini, meski Haman telah mempersiapkan semua rencana untuk membunuh Mordekhai, ia jatuh ke dalam lubang yang digalinya sendiri. Hal ini mengajarkan kita bahwa kita tidak tahu bagaimana Tuhan membatasi pekerjaan musuh, sama seperti ketika Yokhebed tidak tahu di mana harus menempatkan Musa, namun Tuhan tahu. Seperti yang ditunjukkan dalam percakapan antara Allah dan Iblis dalam kitab Ayub, Ia menahan tindakan iblis dan memelihara kehidupan Ayub.
Saat ini kita tidak tahu apa yang telah Tuhan lakukan secara rahasia dalam hidup kita untuk menahan pekerjaan musuh, dan hambatan-hambatan itu sendiri adalah bentuk penjagaan bagi kita. Meskipun kita mungkin menderita atau menangis, Tuhan memiliki pesan untuk kita melalui kisah ini. Saat kita tidak tahu batasan apa yang Tuhan tempatkan dalam hidup kita, saat itulah Tuhan ingin kita percaya, yakin, memandang ke atas, dan takut kepada-Nya, karena Tuhan telah memberi kita anugerah yang tak terukur secara rahasia saat kita tidak mengetahuinya. Dalam anugerah itu, kita harus bersyukur dan percaya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tetapi kita tahu bahwa Tuhan memegang hari esok. Bahkan jika sesuatu terjadi pada Anda dan tampaknya membuat Anda sakit, sedih, dan celaka, kita tidak tahu apakah Tuhan telah menempatkan batasan untuk melindungi kita. Yang Tuhan minta dari kita adalah iman dan kepercayaan. Kita harus hidup sesuai dengan harapan Tuhan. Berdoalah agar Tuhan membuka mata kita dan membuat kita benar-benar mengenal-Nya.
Mari kita simpulkan bagaimana Allah melindungi Musa. Keputusan Firaun yang sangat kuat untuk membunuh semua bayi laki-laki Ibrani dikalahkan oleh Tuhan melalui para wanita yang tidak berdaya. Pertama, Tuhan menggunakan bidan-bidan yang hina dan pekerjaannya dianggap paling rendah di tanah Mesir. Kedua, Tuhan menggunakan Yokhebed, juga saudara perempuan Musa serta putri Firaun Mesir. Tuhan memakai tiga wanita yang tidak memiliki kuasa dan juga memakai seorang putri untuk mengalahkan Firaun. Ini adalah bukti lebih lanjut bahwa Tuhan tidak menggunakan kekuatan manusia, atau kekuatan politik untuk membebaskan kita dari penderitaan. Sebaliknya, Tuhan memakai kelemahan untuk menyelamatkan kita. Hal ini terlihat dalam diri Tuhan Yesus Kristus, yang lemah dan disalibkan di kayu salib, tetapi Dia menggenapi seluruh karya keselamatan Allah. Hari ini Allah juga telah memilih kita, yang lemah dan bodoh, untuk mempermalukan mereka yang kuat dan berhikmat (1 Korintus 1:27). Mengapa? Karena kita tahu bahwa hikmat yang sejati adalah rencana keselamatan Allah yang sudah ada sebelum segala sesuatu ada. Itulah yang disebut dengan hikmat sejati. Oleh karena itu, kita harus bermegah, tetapi bukan karena kekuatan kita. Kita harus berkata di hadapan Allah bahwa kita lemah, dan Allah memakai kita yang lemah ini, sehingga kita sepenuhnya bersandar kepada-Nya.
Tuhan Mempersiapkan Seorang Pembebas dengan Membentuk Karakternya
Akhirnya, persiapan Allah yang aktif juga merepresentasikan pembentukan yang Ia kerjakan dalam diri Musa. Dalam 2:11-20, kita mengetahui bahwa setelah Musa tumbuh besar dan mempelajari budaya Mesir di istana Firaun, suatu hari, ia keluar dari istana dan melihat seorang Mesir sedang memukuli seorang Ibrani. Pada saat itu Musa, yang masih muda dan kuat, memukul orang Mesir itu dan membunuhnya lalu menyembunyikan mayatnya. Keesokan harinya ketika ia keluar, dia melihat dua orang Ibrani sedang berkelahi satu sama lain, dan dia berkata kepada mereka, "Mengapa kamu pukul temanmu?" Sebagai jawabannya, orang Ibrani itu berkata, "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?" Pada saat itu, Musa tahu bahwa kejahatannya telah diketahui dan dia harus melarikan diri.
Apa yang kita pelajari dari Musa di sini? Pertama, Musa melakukan hal ini karena keberanian kedagingannya dan rasa keadilannya sendiri, tetapi bukan itu yang Tuhan inginkan untuk dia lakukan. Jika Anda membaca ayat-ayat selanjutnya, dalam Keluaran 3:20, Tuhan berkata, "Tetapi Aku akan ...memukul Mesir...." Ini berarti Musa telah menyerang terlalu cepat. Ini bukan waktu Tuhan, dan oleh karena itu, tindakannya bukan dari Tuhan.
Kedua, ia belum memahami bahwa menyelamatkan bangsanya bukanlah hal yang mudah. Ia hanya bertindak berdasarkan hasrat dan rasa keadilannya sendiri. Namun di masa depan, ketika ia menjadi pemimpin bangsa Israel, ia akan menghadapi tantangan yang sama: "Siapakah yang mengangkatmu menjadi pemimpin atas kami?" Musa tidak diterima oleh sejumlah orang Israel. Ada yang mengatakan bahwa ada tema dalam kitab Keluaran mengenai pergumulan ini: meskipun ada banyak bukti bahwa Tuhan telah menjadikan Musa sebagai pemimpin, bangsa Israel tidak mengakui otoritasnya. Sungguh suatu pergumulan yang luar biasa. Musa belum dewasa pada tahap ini dalam hidupnya, dan tentu saja Tuhan akan membentuknya. Hal ini terjadi melalui jalan memutar yang diperlukan dalam hidupnya.
Ia melarikan diri ke Midian. Akan tetapi, mengapa Midian? Apa akar masalah dalam hidupnya yang melatarbelakangi titik puncak ini? Banyak penafsir telah memberikan analisis mereka, dan menurut mereka, pertama-tama itu adalah kesombongan, dan yang kedua adalah kurangnya empati. Musa telah tumbuh dengan hak istimewa melalui pemeliharaan dan perlindungan Tuhan selama 40 tahun terakhir. Dia dibesarkan sebagai seorang pangeran, dan dia menikmati pendidikan yang elit. Kisah Para Rasul 7:22 mengatakan, "Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya." Dengan talenta yang dimilikinya, Musa akhirnya dipanggil untuk menjadi pembebas umat Tuhan. Namun, pada titik ini, ia melakukan kesalahan saat ia berusaha mencapai keselamatan dari Tuhan dengan caranya sendiri. Kita akan melihat bahwa Tuhan memiliki waktu-Nya sendiri untuk rencana keselamatan-Nya, bukan waktu Musa, dan itulah alasan mengapa ia dibawa ke padang gurun Midian untuk menerima pelatihan.
Bahkan, setiap kali kita mencoba melakukan sesuatu dengan cara kita sendiri dan bukan dengan cara Tuhan, sebenarnya kecongkakanlah yang ada di baliknya. Ketika kita menunjukkan perilaku congkak, pada dasarnya kita menyatakan bahwa kita memiliki otonomi atas hidup kita sendiri. Kecongkakan mencerminkan dimensi penyembahan diri kita. Oleh karena itu, "Kecongkakan mendahului kehancuran dan tinggi hati mendahului kejatuhan" (Amsal 16:18).
Tindakan Musa memiliki konsekuensi yang mengerikan. Dia benar-benar ditolak oleh bangsanya sendiri dan orang Mesir. Akibatnya, dia melarikan diri ke padang gurun Midian. Namun, Tuhanlah yang mempersiapkannya dan membawanya ke tempat ini. Begitulah Musa akhirnya tinggal di sana sebagai pendatang. Saudara dan saudari, inilah pesona Allah. Allah secara aktif mempersiapkan sang pembebas. Masa 40 tahun tidak cukup bagi sang pembebas untuk bertumbuh, sehingga ia menjalani 40 tahun lagi untuk dibentuk dan dilatih di padang gurun Midian, agar ia dapat dibangun dalam hadirat Allah dan menjadi bejana yang lebih layak untuk dipakai Allah.
Kesombongan Musa membuat dia haru s mengambil jalan memutar. Dia mendapati dirinya tinggal di padang gurun Midian, di mana dia adalah seorang asing, pecundang, dan buronan. Hal ini sangat kontras dengan seluruh kehidupannya di Mesir. Satu hal yang patut dicatat adalah ketika dia tinggal di sana, Tuhan ingin Musa belajar untuk tidak hanya merendahkan diri, menggembalakan kawanan domba milik mertuanya, tetapi juga membangun empatinya. Rasa empatinya akan berkembang menjadi tekad di dalam hatinya untuk meninggalkan hak istimewa di Mesir dan menderita bersama umat Allah. Mengapa? Karena ia melihat kehinaan Kristus lebih berharga daripada harta Mesir. Ia menjadi lebih berbelas kasihan dengan bekerja sebagai gembala. Dia juga belajar kerendahan hati, tidak hanya selama 40 tahun di Midian, tetapi juga di hari-hari selanjutnya. Itulah sebabnya Musa disebut sebagai orang yang paling lemah lembut di muka bumi (15).
Hal ini bertolak belakang dengan budaya kita saat ini. Budaya kita penuh dengan kesombongan dan pembenaran diri. Sebagai seorang hamba Tuhan, sebagai seorang pemimpin, kita harus membuang kesombongan dan mentalitas kita yang merasa harus diperlakukan istimewa, serta mengakui bahwa kita adalah orang-orang berdosa di bawah hukum keselamatan dari Tuhan. Kita harus mengejar misi Yesus Kristus, karena Dia memanggil kita untuk melayani orang lain. Dalam hal ini, Musa tidak menyia-nyiakan hidupnya selama menempuh perjalanan memutar di padang gurun Midian. Allah menebus periode waktu tersebut untuk mempersiapkannya sebagai seorang hamba Allah.
Kehidupan Musa mengambil jalan memutar. Dia harus belajar berbelas kasih, empati, dan kerendahan hati, karena semua itu diperlukan untuk kepemimpinan yang melayani dalam kerajaan Allah. Kita tahu misi Musa, tetapi pertama-tama ia harus menjalani proses reformasi agar dapat dipakai oleh Tuhan.
Jalan memutar Musa adalah pengingat tentang bagaimana Tuhan memakai kesalahan kita untuk membentuk kita demi melayani orang lain. Lebih penting lagi, jalan memutar yang ditempuh Musa menunjukkan belas kasihan dan kerendahan hati Kristus, seperti yang tertulis dalam Filipi 2:1-5. Kristus lebih besar daripada Musa, karena Yesus Kristus tidak pernah mengambil jalan memutar, turun langsung dari surga ke bumi. Dia sepenuhnya fokus untuk menggenapi kehendak Bapa. Belas kasihan, belas kasihan, dan kerendahan hati selalu ada dalam kehidupan Yesus Kristus, karena Dia adalah belas kasihan dan kerendahan hati itu sendiri. Akan tetapi, Tuhan tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan. Dia telah menanggalkan hak-hak istimewa-Nya dan datang ke dalam dunia. Kristus datang ke dunia untuk kita, demi menggenapi apa yang telah dipercayakan Allah kepada-Nya.
Bagaimana keadaan Anda hari ini sebagai seorang Kristen? Apakah Anda seperti Musa di masa lalu, penuh dengan keegoisan, ambisi dan kesombongan? Atau sudahkah Anda belajar bahwa menjadi seorang Kristen adalah tentang melayani orang lain, dan bukannya meminta orang lain untuk melayani Anda? Sudahkah Anda belajar untuk menggembalakan domba-domba orang lain seperti yang dilakukan Musa?
Musa dan Yesus diutus untuk menyelamatkan umat Allah dari perbudakan. Yesus dengan rela menyerahkan diri-Nya dan mengambil rupa kita, manusia, sehingga Dia dapat menyelamatkan kita. Ia tahu bahwa Dia harus mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang-orang yang akan diselamatkan-Nya, dan memiliki belas kasihan serta empati kepada mereka. "Itulah sebabnya maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa" (Ibrani 2:17). Ia rela dilahirkan dari seorang perempuan di bawah hukum Taurat yang telah ditetapkan-Nya, untuk menyelamatkan mereka yang berada di bawah hukum Taurat (Galatia 4:4-5). Fakta yang mulia inilah yang memberi kita pengharapan dan jaminan keselamatan.
Penebus kita tidak seperti Musa, karena Yesus tidak menyimpang dari jalan yang telah ditentukan untuknya, karena Dia telah menaati Allah dengan begitu teguh dan sempurna sehingga kita dapat diselamatkan dari perbudakan dosa. Allah secara aktif mempersiapkan seorang Juru Selamat.
Tuhan Mendengar, Mengingat, Melihat, dan Memperhatikan
Last, mari kita melihat Keluaran 2:23-25. Dikatakan, "Lama sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah. Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakut. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka."
Dengan kematian raja Mesir, sebuah era telah berakhir, yang juga dapat berarti bahwa penganiayaan ini mungkin akan berakhir. Betapa menggembirakannya bagi kita untuk mendengar berita seperti itu. Raja Mesir telah mati, dan eranya telah berlalu. Namun, janganlah terlalu cepat bergembira. Inilah yang sering kali kita pikirkan sebagai manusia. Kita mengira bahwa dengan kematiannya, maka situasi akan menjadi tenang dan tidak akan ada lagi pekerjaan dan penindasan yang menyakitkan. Namun tidak demikian. Kemudian Firaun yang lain akan bangkit dan dia akan menjadi lebih buruk. Kita selalu berpikir bahwa situasi ini akan berlalu, dan setelah kita selesai mendaki gunung ini, tidak akan ada lagi kesulitan, melainkan jalan yang datar untuk dilalui.
Apakah harapan kita akan terwujud? Belum tentu. Kita tidak boleh mengambil kesimpulan sebelum waktunya. Kenyataannya, penganiayaan terus berlanjut. Umat Israel mengerang karena perbudakan mereka dan berteriak minta tolong. Pada saat itu kita mengetahui bahwa Allah telah selesai mempersiapkan pembebas-Nya. Waktunya akhirnya tiba. Firaun yang ingin membinasakan umat Allah telah mati dan zamannya telah berlalu. Apa yang ditunjukkan dari hal ini kepada kita? Ini memberitahukan kepada kita bahwa hati para raja ada di tangan Tuhan, dan Dia membalikkan hati mereka ke mana pun Dia kehendaki. Tuhan Allah itulah yang adalah Raja abadi, raja yang tidak akan pernah mati.
Dalam bagian ini, Alkitab memberikan kita beberapa kata yang sangat penting tentang bagaimana Allah menanggapi situasi mereka: mendengar, mengingat, melihat, dan memperhatikan. "Mendengar" dan "melihat" berarti Allah kita sangat peka terhadap penderitaan dan kebutuhan umat-Nya. Kepekaan seperti ini tidak berjarak, dengan kata lain, bukan tidak tahu atau tidak peduli dengan penderitaan kita. Tidak, Allah tahu. Dia adalah Bapa surgawi, dan Dia dapat mendengar suara terkecil sekalipun dari anak-anak-Nya.
Lalu ada kata-kata: "mengingat" dan "memperhatikan." Allah dengan penuh perhatian sangat menyadari apa yang terjadi pada anak-anak-Nya. Apa kekuatan pendorong di balik ini? Ingatan akan perjanjian-Nya. Pesan yang tersirat di sini adalah bahwa perjanjian Allah dengan bangsa Israel mendorong-Nya untuk membatasi diri-Nya dan memenuhi kewajiban-Nya dalam perjanjian tersebut. Allah membatasi diri-Nya sendiri, dan dengan sepenuh hati memberkati kita serta menggenapi perjanjian-Nya.
Ringkasnya, Tuhan tidak melupakan kesulitan yang dialami bangsa Israel karena kerja paksa dan ancaman terhadap nyawa mereka. Allah tidak melupakan mereka ketika mereka diserang. Kita berpikir bahwa Allah tidak bertindak atau tidak peduli, tetapi kita melihat Allah secara aktif mempersiapkan dan membentuk pembebas mereka. Marilah kita takut akan Tuhan dengan iman, karena apa pun keadaannya, Allah yang penuh kasih yang memerintah telah menyediakan bagi kita keselamatan yang melampaui segala pengertian.
Dengan mempelajari Keluaran pasal pertama dan kedua, kita belajar bahwa Tuhan bertakhta sebagai Raja. Tuhan yang Mahakuasa ini sanggup merespons situasi kita saat ini. Tidak peduli seperti apa keadaan kita saat ini dan di masa mendatang, kita percaya bahwa umat Tuhan sedang dibentuk di dalam tangan Tuhan. Allah ingin memberkati kita. Kiranya Allah menguatkan iman kita melalui firman Tuhan ini dan menolong kita untuk semakin kuat di tahun yang baru. Kiranya Tuhan menguatkan kita untuk bertumbuh dalam kasih, iman dan pengharapan, serta memupuk kualitas-kualitas ini melalui Dia. Berdoalah agar Tuhan meruntuhkan kenyamanan kita, memurnikan kita dan menguji kita bagaikan emas yang murni. Berdoa agar Tuhan mempersiapkan kita untuk menjadi bejana yang dipakai-Nya untuk membawa keselamatan dan pembaharuan bagi dunia ini.
KiranyaTuhan menyertai kita. Amin.
Catatan
Sementara semua negara mengalami dampak pandemi global pada tahun 2020, pemerintah Tiongkok mengambil langkah-langkah yang sangat kuat dengan "kebijakan nol Covid," termasuk membubarkan gereja, memisahkan keluarga untuk tujuan karantina, dan menutup semua aktivitas di beberapa kota terbesar di dunia.
Sebuah referensi untuk pandemi Covid-19. Lihat Catatan Kaki 1.
Chloe Sun, Coming from God: A Daily Devotional Based on the Hebrew Text of Exodus (Hong Kong: Tien Dao Publishing House Ltd., 2014). Hanya tersedia dalam bahasa Mandarin.
John N. Oswalt, Exodus: The Way Out (Anderson, IN: Warner Press, 2013), 19. Oswalt merujuk pada "penguasa Semit" yang kemudian diusir oleh penduduk asli Mesir, mungkin merujuk pada orang Hyksos, tetapi tidak ada catatan bahwa mereka memperbudak orang Mesir.
Pemerintah Tiongkok secara terbuka telah mengkritik Amerika Serikat karena kemunafikannya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sambil mempraktikkan rasisme dan perbudakan. Banyak warga Tiongkok yang mengagumi Amerika sekaligus bersikap kritis terhadap rasisme Amerika.
Penganiayaan terhadap gereja-gereja rumah di Tiongkok sangat brutal khususnya pada pertengahan abad ke-20, termasuk penyiksaan, kamp kerja paksa, dan kematian. Karena tidak ada catatan resmi tentang gereja-gereja yang tidak terdaftar, sulit untuk mengatakan berapa banyak gereja yang dibasmi secara total melalui kampanye ini.
Hello Mr. Billionaire, disutradarai oleh Fei Yan dan Damo Peng, 2018. Film yang menjadi hit ini secara bebas diadaptasi dari novel dan film AS Brewster's Millions.
WeChat Moments adalah platform media sosial, mirip dengan umpan berita Facebook.
Zhou Shuren (1881-1936), yang lebih dikenal dengan nama pena Lu Xun, adalah seorang penulis dan pemikir terkenal pada pergantian abad ke-20. Tulisan-tulisannya sangat dihargai oleh Partai Komunis-meskipun ia sendiri tidak pernah bergabung dengan partai tersebut-karena menggambarkan korupsi dan kelemahan kekaisaran Tiongkok, dan dengan demikian mengilhami rakyat Tiongkok untuk memperjuangkan sistem pemerintahan yang baru. Dia adalah suara yang berpengaruh di balik Gerakan Kebudayaan Baru Empat Mei.
Di bawah kekaisaran Tiongkok, khususnya pada masa Dinasti Qing, semua orang diyakini sebagai pelayan kaisar.
Pada masa Dinasti Qing, para pejabat tinggi sering menyebut diri mereka sebagai nucai (奴才) - diterjemahkan sebagai "kacung" - ketika berbicara dengan kaisar. Ungkapan ini tidak hanya menunjukkan bahwa mereka adalah bawahan kaisar, tetapi juga menunjukkan kesediaan para pejabat untuk melayani kaisar dalam bentuk budak yang rendah hati. Oleh karena itu, para antek istana ini memiliki pola pikir yang rendah di hadapan kaisar, tetapi masih merupakan individu-individu yang berkuasa di masyarakat dan yang mampu menggunakan kekuasaan mereka untuk menindas orang lain.
Aborsi dilakukan secara luas di Cina selama bertahun-tahun untuk memperkuat "Kebijakan Satu Anak" dan mengendalikan pertumbuhan populasi.
Seperti Musa, Yesus berada dalam bahaya dibunuh oleh sebuah hukum yang menargetkan semua bayi laki-laki Ibrani (Matius 2:13-18).
Untuk berbagai penafsiran mitologis tentang banjir Sungai Nil, lihat buku Geraldine Pinch, Egyptian Mythology: A Guide to the Gods, Goddes, and Traditions of Ancient Egypt(Oxford: Oxford University Press, 2002), 136.
Lihat Bilangan 12:3.
Tulisan ini adalah versi suntingan dari khotbah yang aslinya disampaikan dalam bahasa Mandarin. Edisi bahasa Inggris dan Indonesia serta catatan ini adalah hak cipta © 2022 oleh Center for House Church Theology. Ilustrasi oleh PC Ng.
Kami mendorong Anda untuk menggunakan dan membagikan materi ini secara bebas-tetapi harap tidak memungut biaya, mengubah susunan kata, atau menghapus informasi hak cipta.