Injil Anak Allah yang Mulia

Oleh Victor Guo

Budaya Tiongkok mengistimewakan anak laki-laki daripada anak perempuan, sampai-sampai mendiskriminasi perempuan dan membebani laki-laki. Injil membebaskan kita dari beban-beban ini, menunjuk kepada Anak yang sejati yang memenuhi semua pengharapan kita.

 

Daftar untuk mengunduh artikel PDF bergambar tangan dan berwarna kami.

Tentang Penulis

Victor Guo adalah seorang pendeta di sebuah gereja rumah Reformed.

Injil Anak Allah yang Mulia

"Sindrom Anak Laki-laki" Orang Tionghoa

Pada tahun 1911, sosiolog Amerika, Edward Alsworth Ross, menulis sebuah buku berjudul The Changing Chinese berdasarkan pengamatan dan investigasi yang cermat terhadap budaya Tiongkok. Dalam buku tersebut, ia memberikan ringkasan yang mengesankan ini: "Sejak dahulu kala, hal-hal yang dianggap paling berharga adalah keturunan, pembelajaran, dan kekayaan-dalam urutan sesuai yang disebutkan" (1). Meskipun ini ditulis lebih dari seratus tahun yang lalu, namun hal ini tidak jauh dari kenyataan saat ini.

Masalah keturunan yang diamati Profesor Ross terutama mengacu pada keturunan laki-laki. Kebanyakan orang di Tiongkok selalu mementingkan untuk memiliki anak laki-laki. Anak perempuan dianggap sebagai pelengkap atau bahkan tidak berguna. Dalam budaya Tiongkok, kelahiran anak laki-laki disebut sebagai "kegembiraan mainan giok." Ungkapan ini berasal dari Kitab Odes (2): "Jika seorang anak laki-laki kelak aku lahirkan, di tempat tidur dia akan kubaringkan. Pakaian indah akan dipakainya, dengan pernak-pernik giok ia akan bermain." Ini berarti bahwa jika sang ibu melahirkan seorang anak laki-laki, dia akan membiarkannya tidur di tempat tidur dan akan memakaikannya pakaian yang bagus dan memberinya pernak-pernik batu giok untuk dimainkan. Namun kelahiran seorang anak perempuan disebut sebagai "kegembiraan mainan keramik." Hal ini juga berasal dari Kitab Odes: "Jika seorang anak perempuan kelak aku lahirkan, di atas lantai dia akan kubaringkan. Kain lampin akan dikenakannya, dengan pernak-pernik keramik untuk bermain." Artinya, jika sang ibu melahirkan seorang anak perempuan, maka ia akan membaringkannya di lantai dan membungkusnya dengan lampin serta memberinya pernak-pernik keramik untuk dimainkan. Keduanya jelas menerima perlakuan yang berbeda. Dari perspektif praktis, anak laki-laki dianggap sebagai orang yang benar-benar memperpanjang hidup seseorang dan meneruskan garis keluarganya, sementara anak perempuan dipandang hanya membantu orang lain untuk meneruskan garis keluarga mereka. Masyarakat memandang anak laki-laki sebagai penerus garis keturunan keluarga dan sebagai persembahan bagi leluhur mereka.

Preferensi untuk anak laki-laki daripada anak perempuan ini telah menyebabkan penderitaan yang tak terukur bagi para wanita di Tiongkok. Banyak bayi perempuan yang disiksa, bahkan ditelantarkan dan dibunuh. Pada akhir Dinasti Qing, ada banyak "menara bayi" di mana orang akan meninggalkan bayi perempuan dan membiarkan mereka mati. Ironisnya, salah satu menara tersebut diukir dengan nama "Menara Kebenaran." Ultrasonografi dan teknik aborsi modern telah membuatnya lebih mudah untuk menentukan jenis kelamin bayi dan membunuh mereka sambil menutup mata. Anehnya, jika Anda perhatikan dengan seksama, Anda akan menemukan bahwa wanita yang paling menderita akibat preferensi ini, dalam kehidupan nyata, dibanding para pria, justru wanitalah yang sebenarnya lebih memilih anak laki-laki daripada anak perempuan, dibanding pria. Preferensi budaya terhadap anak laki-laki ini tidak hanya merugikan perempuan. Hal ini juga merugikan laki-laki.

Pertama-tama, pria dewasa sebenarnya tidak memiliki banyak kebebasan dalam budaya berbakti yang ketat ini. Pernikahan dan karier masa depan seorang pria sering kali diatur oleh orang tuanya. Setelah ia membentuk keluarganya sendiri, orang tuanya akan berharap untuk tinggal bersama dengan dia dan keluarga barunya. Banyak orang mengejar cita-cita empat generasi yang tinggal di bawah satu atap. Tentu saja, tidak selalu merupakan hal yang buruk bagi empat generasi untuk hidup bersama. Masalah utamanya adalah tidak jelasnya batasan-batasan yang ada atau siapa yang memiliki otoritas apa, yang dengan mudah menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. Dalam situasi kehidupan multi-generasi seperti ini, seorang pria berusia 40 tahun terkadang bahkan diharuskan untuk memberikan penghasilannya kepada ayahnya setiap bulan. Tidak banyak situasi seperti ini sekarang, tetapi beberapa waktu yang lalu hal ini cukup umum di Tiongkok.

Kedua, ketika seorang pria memulai keluarganya sendiri, ia harus memprioritaskan misi keluarga besarnya sehingga urusan mengasihi dan menafkahi istri serta anak-anaknya sendiri menjadi urusan nomor dua. Hal ini terutama terjadi pada keluarga dengan sedikit pria, di mana seorang pria menjadi harapan bagi keluarganya dan jalan keluar dari keadaan mereka yang sulit. Di masa lalu, jika seorang pria lulus ujian kekaisaran dan menjadi pejabat pemerintah, ia memiliki tanggung jawab moral untuk mencari keuntungan bagi kerabat dan tetangganya—sebuah tanggung jawab yang tidak dapat ia tolak. Oleh karena itu, tidak sulit untuk melihat bahwa dari zaman kuno hingga sekarang, ketika pejabat pemerintah mengambil alih kekuasaan, banyak dari mereka menempatkan kerabat mereka pada posisi yang menjamin kehidupan yang bebas dari rasa khawatir dan menguntungkan secara finansial. Profesor Ross benar: "Di Tiongkok...tidak ada tugas yang lebih mulia daripada membantu sanak saudara Anda meski dengan mengorbankan orang lain" (3). Dari sudut pandang budaya tradisional, nepotisme ini adalah salah satu ekspresi bakti yang paling taat kepada orang yang lebih tua, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Namun di sisi lain, pandangan yang menjadikan pewaris laki-laki sebagai pusat perhatian ini justru memberikan tekanan yang besar pada anak laki-laki. Jika ia tidak berhasil, ia akan merasa malu berhadapan dengan ayahnya. Namun jika dia berhasil, dia akan merasakan beban moral yang besar untuk mengurus kerabatnya yang membutuhkan, meski dengan mengorbankan orang lain. Sebagai anak laki-laki, Anda adalah harapan bagi seluruh keluarga Anda. Anda adalah mesias dan penyelamat mereka.

Ini sama saja dengan memperlakukan manusia seperti Tuhan, yang dalam Alkitab disebut penyembahan berhala. Hal-hal yang kita jadikan berhala tidak selalu buruk. Sebaliknya, kita mengambil hal yang baik dan memperlakukannya sebagai hal yang terbaik. Pada kenyataannya, berhala tidak memiliki bobot atau nilai yang sebenarnya. Berhala itu kosong, tetapi dapat mengendalikan manusia. Ketika kita memperlakukan anak-anak kita sebagai jalan keluar dari kesulitan, sebagai penyelamat kita, bahkan sebagai harapan kemuliaan kita, maka kita membebankan tanggung jawab yang tak tertahankan kepada mereka dan meminta mereka membuat janji-janji yang tidak dapat mereka penuhi.

Injil Anak Allah

Seseorang mungkin berkata, "Semua budaya di dunia ini memprioritaskan keturunan laki-laki. Seperti yang diajarkan Marx dalam sejarah perkembangan sosialnya, dunia ini sedang bertransisi dari masyarakat matriarki ke masyarakat patriarki. Oleh karena itu, adalah hal yang umum untuk menginginkan keturunan laki-laki. Dan bukankah Alkitab, yang menciptakan peradaban Barat, mengutamakan laki-laki?"

Apakah Alkitab sebenarnya lebih mengutamakan pria daripada wanita? Alkitab justru menegaskan nilai dan status yang setara bagi wanita, baik dari perspektif penciptaan maupun dari perspektif keselamatan. Kejadian 1:27 mengatakan, "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." Baik pria maupun wanita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang mulia. Mereka diciptakan dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati. Galatia 3:27-28 mengatakan, "Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus."

Selain itu, dalam sejarah Tiongkok modern, orang-orang Kristen yang percaya pada Alkitab itulah yang mengabdikan diri mereka untuk mengubah preferensi terhadap anak laki-laki daripada anak perempuan di Tiongkok. Mereka mengadvokasi perawatan yang tepat untuk bayi perempuan dan bahkan secara aktif mengadopsi bayi perempuan yang ditelantarkan. Mereka membuka rumah sakit bersalin untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan wanita, sehingga mengurangi tingkat kematian bayi baru lahir dan para ibu. Mereka memulai "Perkumpulan Kaki Surgawi" untuk mengakhiri tradisi pengikatan kaki sehingga para perempuan dapat berjalan-jalan dengan bebas dan bahkan berpartisipasi dalam olahraga (4). Mereka mendirikan lembaga pendidikan yang merekrut siswa perempuan, mengubah status quo sebelumnya di mana hanya sekitar satu dari seribu perempuan yang berpendidikan. Daftarnya masih terus berlanjut.

Namun, jika Anda melihat seberapa sering kata "anak laki-laki" dan "anak perempuan" muncul di dalam Alkitab, Anda akan menemukan sekitar 2.000 ayat yang berbicara tentang anak laki-laki. Jika Anda menambahkan kata-kata yang mirip dengan "anak" seperti "keturunan" atau "ahli waris," maka jumlahnya akan lebih banyak lagi. Di sisi lain, hanya ada sekitar 200-300 ayat yang menyebutkan kata "anak perempuan." Jadi, mengapa Alkitab berulang kali menekankan peran anak laki-laki?

Alkitab menekankan peran anak laki-laki bukan karena Allah lebih menyukai anak laki-laki daripada anak perempuan, melainkan karena Allah ingin menyelesaikan masalah dosa manusia melalui anak laki-laki. Tuhan ingin menyelamatkan umat pilihan-Nya dari dosa-dosa mereka melalui Dia. Putra-Nya menjadi manusia dan lahir dari seorang perempuan. Dia adalah keturunan seorang perempuan dan keturunan Abraham serta Daud. Ketika kita melihat seluruh Perjanjian Lama dari sudut pandang Perjanjian Baru, kita melihat bahwa inti dari janji-janji Allah terdapat di dalam Putra Allah yang menyelamatkan manusia. Kita dapat melihat beberapa contoh tentang hal ini dalam konteks keturunan perempuan dan kovenan Abraham dalam Pentateukh, kovenan Daud dalam kitab-kitab sejarah, dan nubuat-nubuat dalam Mazmur dan kitab-kitab nabi.

Keturunan Perempuan

Ketika nenek moyang manusia, Adam dan Hawa, jatuh ke dalam dosa, Tuhan mengucapkan kutukan atas ular itu: "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya" (Kejadian 3:15). Hal ini disebut sebagai "protoevangelium," kabar baik pertama yang dijanjikan Allah kepada manusia. Kabar baik ini adalah bahwa suatu hari nanti Allah akan mengalahkan Iblis melalui keturunan perempuan itu, membawa penebusan bagi dunia yang telah jatuh dan terhilang. Ketika generasi demi generasi di zaman Alkitab melahirkan anak laki-laki, mereka terus mencari jawaban atas pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan "keturunan perempuan itu." Siapakah keturunan perempuan itu? Bukankah semua orang yang dilahirkan ke dunia ini adalah keturunan perempuan?

Tidak semua orang di dunia ini dilahirkan dengan cara konvensional. Sebagai contoh, Adam diciptakan dari debu tanah, dan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Mereka tidak memiliki ayah dan ibu. Allah juga membawa Anak-Nya ke dunia dengan cara yang tidak biasa. Yesaya 7:14 menubuatkan, "Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel" (yang berarti "Allah beserta kita"). Kemudian Maria mengandung oleh Roh Kudus (Matius 1:20), menggenapi apa yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya.

Kovenan Abraham

Pada zaman Abraham, Allah berfirman kepada Abraham, "Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat" (Kejadian 22:18). Galatia 3:16 menjelaskan kepada kita siapa yang dimaksud dengan "keturunanmu:" "Tidak dikatakan 'kepada keturunan-keturunannya,' seolah-olah dimaksud banyak orang, tetapi satu orang: 'dan kepada keturunanmu,' yaitu Kristus."

Allah juga menjadikan Abraham sebagai "bapa orang beriman" yang sejati melalui sebuah ujian. Kepada Abraham dan Sara yang sudah tua, Allah memberikan seorang putra yang berharga bernama Ishak, yang merupakan anak tunggal mereka. Suatu hari, Allah memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan Ishak sebagai kurban di Gunung Moria. Abraham pun taat kepada Allah dan berusaha membunuh anaknya di Gunung Moria, tetapi Allah menghentikannya dan berkata, "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku" (Kejadian 22:12). Allah pun menyediakan seekor anak domba di sana untuk menggantikan anak Abraham. Kesediaan Abraham untuk mengorbankan putra tunggalnya menunjukkan rasa takutnya kepada Allah, dan kesediaan Allah untuk mengorbankan Putra tunggal-Nya menunjukkan kasih-Nya kepada kita. Anak domba yang dipersiapkan Allah di Gunung Moria adalah gambaran dari Sang Anak Domba yang sejati—Yesus.

Kovenan Daud

Daud adalah seorang yang berkenan di hati Tuhan. Tuhan berjanji kepada Daud, "Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya... Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku" (2 Samuel 7:12, 14). Apakah keturunan Daud merujuk kepada Salomo? Tidak, Salomo menikahi banyak gundik dan membiarkan berhala-berhala mereka memenuhi Yerusalem. Akibatnya, rakyat kehilangan kepercayaan, dan ketika Salomo akhirnya meninggal, bangsa yang bersatu itu terpecah menjadi dua. Ibrani 1:5-6 menjelaskan, "Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: 'Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?' dan 'Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi Anak-Ku?' Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia...” Di sini kita diberitahu bahwa janji Allah kepada Daud merujuk kepada Yesus Kristus.

Yang Diurapi

Dalam Mazmur 2:7-9, orang yang diurapi berkata, "Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: 'Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk." Dia yang diurapi adalah Kristus dalam Perjanjian Baru. Wahyu 2:27 mengatakan bahwa otoritas yang diterima Kristus dari Bapa dan diberikan kepada para pengikut-Nya adalah otoritas untuk "memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk."

Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai

Terakhir, mari kita lihat nubuat tentang Anak Allah dalam Yesaya 9:5-6: "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita, lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dnegan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini." Ini mungkin salah satu ayat yang paling sering dibaca saat Natal. Anak yang lahir bagi kita tidak hanya membawa kedamaian dan stabilitas bagi kerajaan, tetapi yang lebih mengejutkan lagi, anak ini diberi nama "Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Hal ini sungguh luar biasa. Dapatkah Allah yang Perkasa menjadi seorang bayi? Tidak heran jika Paulus berseru dalam 1 Timotius 3:16, "Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: 'Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.'"

Ini adalah titik balik terbesar dalam sejarah manusia. "Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya,  yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat" (Galatia 4:4). Peristiwa yang mungkin hanya mendapat komentar sepintas dalam buku teks sejarah dunia sekuler, peristiwa yang terjadi di sebuah kota terpencil di Kekaisaran Romawi ini, sebenarnya merupakan saat yang menentukan bagi nasib umat manusia. Sangatlah tepat jika sejarah dunia dibagi menjadi dua era oleh karena kelahiran Yesus. Keselamatan yang dibawa oleh Yesus sama sekali bukan konsep abstrak, melainkan sebuah ciptaan baru, dan setiap orang yang ada di dalam Kristus dapat mulai hidup di dalam tatanan yang baru dan bumi yang baru. Dalam tatanan yang baru ini, orang tidak lagi memandang dunia, kehidupan, atau nilai-nilai dengan cara yang sama.

Injil yang Mulia

Kembali ke soal budaya Tionghoa yang mengagungkan anak laki-laki, kita melihat beban yang ditanggung oleh anak laki-laki di setiap keluarga. Orang-orang "membesarkan anak laki-laki untuk menghidupi mereka di masa tua" untuk memastikan kehidupan yang mudah dan nyaman di tahun-tahun berikutnya. Mereka berharap agar anak laki-laki mereka "membawa kemuliaan bagi leluhur mereka" sehingga mereka dapat membuat orang lain iri (5). Harapan-harapan ini membebani anak laki-laki karena mereka tidak dapat menanggung beban dari apa yang disebut "kemuliaan" ini.

Bahasa Ibrani untuk "kemuliaan"(kabad) pada dasarnya berarti "bobot." Sebagai contoh, perhatikan 1 Samuel 4:18: "Ketika disebutnya tabut Allah itu, jatuhlah Eli telentang dari kursi di sebelah pintu gerbang, batang lehernya patah dan ia mati. Sebab telah tua dan gemuk (kabad)." Ketika kita mengatakan bahwa sesuatu memiliki kemuliaan, yang kita maksudkan adalah sesuatu itu penting dan berharga. Ketika Alkitab berbicara tentang kemuliaan Allah, itu berarti Dia sangat penting. Dia memiliki nilai yang transenden dan layak untuk disembah. Ketika Alkitab berkata bahwa Allah layak menerima segala kemuliaan, bukan berarti Allah kekurangan kemuliaan dan membutuhkan manusia untuk menambahkan kemuliaan kepada-Nya. Sebaliknya, ini berarti bahwa semua kebaikan, keindahan, dan berkat dari manusia merefleksikan kemuliaan Allah, sama seperti bulan yang memantulkan cahaya matahari. Karena manusia tidak memiliki kemuliaan akibat dosa dan kebobrokannya, maka manusia sering kali berusaha menambah kemuliaan pada dirinya sendiri melalui kekayaan, pengetahuan, dan anak laki-laki.

Akan tetapi, kemuliaan yang diberikan keluarga kita kepada anak laki-laki mereka, bobot dan nilainya tidaklah realistis. Siapa pun yang mengandalkan putranya hanya dapat memenuhi kebutuhan sesaatnya. Dia tidak dapat mengandalkan putranya untuk menyelesaikan masalah yang paling mendasar dengan jiwanya. Jika manusia ingin menyelesaikan masalah yang ada di dalam jiwanya dan menemukan nilai dan kemuliaan yang sejati, maka hanya Yesus Kristus yang dapat memberikan solusinya.

Anak-anak lelaki, yang kepadanya begitu banyak orang menaruh harapan, harus memikul tanggung jawab untuk memenuhi misi mesianik, tetapi mereka hidup setiap hari dalam dosa dan kesedihan. Mereka tidak dapat menjadi mesias bagi orang lain, dan mereka tidak dapat menyediakan keselamatan dan kemuliaan bagi orang lain. Mereka dan keluarga yang menaruh begitu banyak pengharapan di dalam diri mereka membutuhkan Mesias yang sejati—Yesus Kristus. Hanya Dia yang dapat memberi kita kehidupan. Hanya Dia yang dapat memberi kita nilai. Semua pria yang "bersusah payah dan berbeban berat" yang berusaha menjadi Mesias bagi keluarga mereka, semua orang yang menaruh pengharapan pada putra-putra mereka dan telah dikecewakan, semua orang yang mengandalkan putra-putra mereka untuk mendapatkan kemuliaan sementara—kalian semua dapat datang kepada Kristus dan menemukan kelegaan. Alkitab mengatakan kepada kita bahwa satu-satunya yang benar-benar dapat memberikan pengharapan dan keselamatan bagi kita, satu-satunya Mesias yang sejati, adalah Yesus Kristus dan tidak ada yang lain.

Ibrani 1:3 mengatakan bahwa Kristus adalah "cahaya kemuliaan Allah." Ketika Yesus menjadi manusia dan hidup di bumi dalam ketaatan kepada Bapa-Nya, Ia berkata, "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya" (Yohanes 17:4). Sebelum Yesus disalibkan, Ia berkata kepada para murid-Nya, "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan" (Yohanes 12:23). Dan Ia berdoa, "Bapa,  telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau" (Yohanes 17:1). Seperti yang dikatakan oleh Calvin, "Kemuliaan Allah memang bersinar di semua makhluk yang di atas dan di bawah, tetapi tidak pernah lebih terang daripada di kayu salib" (6).

Yesus Kristus telah mencurahkan darah-Nya dan mati di kayu salib. Barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal, dan dengan mewariskan warisan rohani mereka, mereka yang menjadi bagian dari keluarga orang beriman dapat menambah garis keturunan yang saleh di setiap generasi. Yesus Kristus dimuliakan di atas kayu salib agar kita dapat melihat nilai Dia yang sesungguhnya. Dia layak disembah, dan Dia juga memberikan nilai kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Dia menebus kita dengan nyawa-Nya. Dia memberikan nyawa-Nya bagi kita. Hal ini mengungkapkan kebenaran yang mengejutkan bahwa Allah mengasihi mereka yang tidak memberikan keuntungan bagi diri-Nya dan yang tidak memiliki nilai dalam diri mereka sendiri. Dia menjadikan kita biji mata-Nya dan menetapkan kita untuk kemuliaan.

Kesimpulan

Saudara dan saudari, kita mungkin belum memenuhi harapan keluarga kita. Kita mungkin belum membawa pembaruan atau kemuliaan bagi mereka. Bahkan jika kita telah membawa mereka pada suatu tingkat pembaharuan atau kemuliaan, kita mungkin merasa lelah dan hampa. Terlepas dari itu, kita memiliki hadiah terbaik yang dapat kita berikan kepada keluarga kita, yaitu Injil. Apa yang keluarga kita cari mungkin tidak dapat benar-benar memuaskan mereka, tetapi Anak Allah—Injil Yesus Kristus yang mulia—adalah yang benar-benar dibutuhkan oleh hati manusia. Dialah keselamatan dan pengharapan sejati bagi setiap keluarga.

Catatan:

  1. Edward Alsworth Ross, Orang The Changing Chinese, terj. Gong Maohong dan Zhang Hao (Beijing Shishi Chubanshe, 2006), 96.

  2. Kitab Odes adalah sebuah buku puisi Tiongkok kuno yang ditulis antara abad ke-12 dan ke-8 sebelum masehi. Kitab ini merupakan salah satu dari "enam sastra klasik" literatur Tiongkok kuno.

  3. The Changing Chinese, 131.

  4. Pengikatan kaki adalah praktik tradisional orang Tionghoa di mana kaki anak perempuan mula-mula dipatahkan dan kemudian diikat erat untuk menghambat pertumbuhan serta membatasi kemampuannya berjalan jauh. Hal ini umumnya dipraktikkan di kalangan masyarakat kelas elit di Tiongkok sebagai tanda kecantikan dan status. Praktik tersebut semakin berkurang dan berakhir di awal abad ke-20 di bawah pengaruh berbagai kampanye sosial, di mana banyak di antaranya diorganisir oleh orang-orang Kristen Tionghoa dan misionaris asing.

  5. Dua frasa dalam kutipan, 养儿防老 dan 光宗耀祖, keduanya merupakan frasa bahasa Mandarin yang populer.

  6. Dikutip dari Michael Reeves, Delighting in the Trinity: An Introduction to the Christian Faith. IVP Academic, 2012.

Hak Cipta © 2022 oleh Center for House Church Theology. Kami mendorong Anda untuk menggunakan dan membagikan materi ini secara bebas-tetapi harap tidak memungut biaya, mengubah susunan kata, atau menghapus informasi hak cipta.

Catatan:

  1. Edward Alsworth Ross, Orang The Changing Chinese, terj. Gong Maohong dan Zhang Hao (Beijing Shishi Chubanshe, 2006), 96.

  2. Kitab Odes adalah sebuah buku puisi Tiongkok kuno yang ditulis antara abad ke-12 dan ke-8 sebelum masehi. Kitab ini merupakan salah satu dari "enam sastra klasik" literatur Tiongkok kuno.

  3. The Changing Chinese, 131.

  4. Pengikatan kaki adalah praktik tradisional orang Tionghoa di mana kaki anak perempuan mula-mula dipatahkan dan kemudian diikat erat untuk menghambat pertumbuhan serta membatasi kemampuannya berjalan jauh. Hal ini umumnya dipraktikkan di kalangan masyarakat kelas elit di Tiongkok sebagai tanda kecantikan dan status. Praktik tersebut semakin berkurang dan berakhir di awal abad ke-20 di bawah pengaruh berbagai kampanye sosial, di mana banyak di antaranya diorganisir oleh orang-orang Kristen Tionghoa dan misionaris asing.

  5. Dua frasa dalam kutipan, 养儿防老 dan 光宗耀祖, keduanya merupakan frasa bahasa Mandarin yang populer.

  6. Dikutip dari Michael Reeves, Delighting in the Trinity: An Introduction to the Christian Faith. IVP Academic, 2012.

Hak Cipta © 2022 oleh Center for House Church Theology. Kami mendorong Anda untuk menggunakan dan membagikan materi ini secara bebas-tetapi harap tidak memungut biaya, mengubah susunan kata, atau menghapus informasi hak cipta.